ASAL USUL TETUMBUHAN
Kehidupan di
bumi dikelompokkan ke dalam lima (atau enam) kerajaan (kingdom) oleh para
ilmuwan. Sejauh ini, kita telah memusatkan perhatian terutama pada kerajaan
terbesar, yakni hewan. Pada bab-bab sebelumnya, kita membahas asal usul
kehidupan itu sendiri, mempelajari protein, informasi genetis, struktur sel dan
bakteri, masalah-masalah seputar dua kerajaan lainnya, yaitu Prokaryotae
dan Protista. Namun, sampai di sini, masih ada masalah penting lain yang
perlu kita perhatikan—asal usul kerajaan tetumbuhan (Plantae).
Kita
mendapatkan gambar yang sama tentang asal usul tumbuhan seperti yang kita temui
ketika mengkaji asal usul hewan. Tumbuhan memiliki struktur-struktur yang
sangat rumit, dan mustahil struktur-struktur ini muncul karena pengaruh
kebetulan dan berevolusi dari yang satu ke yang lain. Catatan fosil menunjukkan
bahwa pelbagai kelas tumbuhan muncul tiba-tiba di dunia, dengan sifat-sifat
khas masing-masing, dan tanpa didahului masa evolusi.
Asal Usul
Sel Tumbuhan
Seperti sel-sel
hewan, sel-sel tumbuhan termasuk ke jenis sel yang disebut
"eukariotis." Ciri yang sangat khusus sel-sel ini adalah memiliki
inti sel dan di dalam inti ini, terletak molekul DNA tempat informasi genetis
dikodekan. Di sisi lain, beberapa makhluk bersel tunggal seperti bakteri tak
memiliki inti sel, dan molekul DNA mengapung bebas di dalam sel. Jenis sel
kedua ini disebut "prokariotis." Jenis struktur sel ini, dengan DNA
bebas yang tidak terkurung di dalam inti, adalah suatu rancangan ideal bagi
bakteri, karena memungkinkannya melakukan proses yang sangat penting—dari sudut
pandang bakteri—yakni, proses pemindahan plasmida (alias pemindahan DNA
antarsel).
Karena
diharuskan menata makhluk-makhluk hidup menurut deretan "dari yang
sederhana ke yang rumit," teori evolusi menganggap bahwa sel prokariotis
itu sederhana, dan sel eukariotis berevolusi darinya.
Sebelum
melangkah ke ketaksahihan pernyataan ini, akan bermanfaat untuk menunjukkan
bahwa sel-sel prokariotis sama sekali tidak "sederhana." Suatu
bakteri memiliki sekitar 2 ribu gen; setiap gen mengandung sekitar seribu huruf
(rantai). Berarti, informasi di dalam DNA satu bakteri itu sekitar 2 juta huruf
panjangnya. Menurut perhitungan ini, informasi itu setara dengan 20 buku
cerita, masing-masing dengan 100 ribu kata. 326 Setiap perubahan informasi dalam di kode DNA bakteri akan demikian merusak
sampai-sampai meruntuhkan keseluruhan sistem kerja bakteri. Sebagaimana telah
kita lihat, suatu kesalahan dalam kode genetis bakteri berarti bahwa sistem
kerja akan salah berjalan—yakni, sel akan mati.
Di samping
struktur yang peka ini, yang menolak perubahan coba-coba, fakta bahwa tidak
ditemukan "bentuk peralihan" antara bakteri dan sel-sel eukariotis
membuat pernyataan evolusionis tidak beralasan. Misalnya, evolusionis terkenal
Turki, Profesor Ali Demirsoy, mengakui ketiadaan dalil bagi skenario bahwa
sel-sel bakteri berevolusi menjadi sel-sel eukariotis, dan lalu menjadi
organisme rumit yang tersusun dari sel-sel ini:
Salah satu
tahap tersulit untuk dijelaskan di dalam evolusi adalah menerangkan secara
ilmiah bagaimana organel-organel dan sel-sel rumit berkembang dari
makhluk-makhluk sederhana ini. Tiada bentuk peralihan telah ditemukan di antara
kedua bentuk. Makhluk-makhluk bersel tunggal dan banyak mempunyai semua
struktur rumit ini, dan, dengan cara apa pun, belum ada makhluk atau kelompok
telah ditemukan berorganel dengan susunan yang lebih sederhana atau lebih
mendasar. Dengan kata lain, organel-organel yang dimiliki telah berkembang
sebagaimana adanya. Organel-organel ini tak memiliki bentuk-bentuk sederhana
dan mendasar. 327
Orang
bertanya-tanya, apakah yang mendorong Profesor Ali Demirsoy, seorang penganut
setia teori evolusi, membuat pengakuan yang demikian terbuka? Jawaban
pertanyaan ini dapat diberikan dengan amat jelas ketika perbedaan-perbedaan
struktural besar antara bakteri dan sel tumbuhan dipelajari.
Perbedaan-perbedaan
itu adalah:
1- Sementara
dinding-dinding sel bakteri tersusun dari polisakarida dan protein,
dinding-dinding sel tumbuhan tersusun dari selulosa, struktur yang sama sekali
berbeda.
2- Sementara
sel-sel tumbuhan berorganel banyak, berlapis membran dan berstruktur sangat
rumit, sel-sel bakteri tidak memiliki organel biasa. Pada sel bakteri, terdapat
ribosom ukuran kecil yang bergerak bebas. Sedangkan ribosom-ribosom pada sel
tumbuhan berukuran lebih besar dan terikat ke membran sel. Lebih jauh lagi,
sintesis protein terjadi dengan cara-cara yang berbeda pada kedua jenis ribosom
ini.
Tetumbuhan membentuk dasar terbawah kehidupan bumi. Tetumbuhan adalah syarat yang tak dapat tidak bagi kehidupan, sebab menyediakan makanan dan melepaskan oksigen ke udara. |
3- Struktur
DNA pada sel tumbuhan dan sel bakteri berbeda.
4- Molekul
DNA pada sel-sel tumbuhan dilindungi oleh membran lapis rangkap, sementara DNA
pada sel-sel bakteri berdiri bebas di dalam sel.
5- Molekul
DNA pada sel-sel bakteri menyerupai simpul tertutup; dengan kata lain,
melingkar. Pada tumbuhan, molekul DNA berbentuk memanjang.
6- Molekul
DNA pada sel-sel bakteri membawa informasi milik satu sel saja, sedangkan pada
sel-sel tumbuhan, molekul DNA membawa informasi tentang keseluruhan tumbuhan.
Misalnya, semua informasi tentang akar, batang, daun, bunga, dan buah dari
pohon buah-buahan bisa ditemukan sendiri-sendiri pada DNA di dalam inti satu
sel saja.
7- Beberapa
spesies bakteri bersifat fotosintetik, dengan kata lain, melakukan
fotosintesis. Tetapi, tidak seperti pada tumbuhan, pada bakteri fotosintetik (cyanobacteria,
misalnya), tidak ada kloroplas yang mengandung klorofil dan pigmen
fotosintetik. Pada tumbuhan, molekul-molekul ini tersimpan di berbagai membran
di seluruh sel.
8- Susunan
biokimia RNA kurir pada sel-sel prokariotis (bakteri) dan pada sel-sel
eukariotis (mencakup tumbuhan dan hewan) sangat berbeda satu sama lain. 328
Hipotesis evolusionis bahwa sel-sel prokaryotis (kiri) berubah menjadi sel-sel eukaryotis sejalan dengan waktu, tidak memiliki dasar ilmiah. |
RNA kurir
berperan penting bagi sel untuk hidup. Tetapi, meskipun RNA kurir dianggap
berperan sama pada sel prokariotis maupun eukariotis, struktur biokimianya
berbeda. J. Darnell menulis yang berikut di dalam sebuah artikel yang
diterbitkan majalah Science:
Perbedaan-perbedaan
pada biokimia susunan RNA kurir dalam eukariot jika dibandingkan dengan
prokariot demikian besarnya sampai-sampai menggagaskan bahwa evolusi beruntun
prokariotis ke eukariotis tampaknya tak mungkin. 329
Perbedaan-perbedaan
struktural antara sel bakteri dan tumbuhan, yang beberapa contohnya telah kita
lihat di atas, membawa ilmuwan evolusionis ke kebuntuan lain. Meskipun sel-sel
tumbuhan dan hewan memiliki beberapa segi yang sama, kebanyakan strukturnya
sangat berbeda satu sama lain. Nyatanya, karena tiada organel berlapis membran
atau sitoskeleton (jaringan dalam serabut protein dan mikrotubula) pada sel
bakteri, kehadiran beberapa organel dan susunan sangat rumit pada sel-sel
tumbuhan membantah habis pernyataan bahwa sel tumbuhan berevolusi dari sel
bakteri.
Ahli biologi
Ali Demirsoy secara terbuka mengakui hal ini dengan berkata, "Sel-sel
rumit tak pernah berkembang dari sel-sel sederhana dengan suatu proses
evolusi." 330
Kemustahilan
sel tumbuhan berevolusi dari sel bakteri tak mencegah para ahli biologi evolusi
dari menghasilkan hipotesis-hipotesis rekaan. Namun, percobaan-percobaan
membantah semua itu. 331 Hipotesis yang paling terkenal adalah hipotesis "endosimbiosis."
Hipotesis
ini diajukan oleh Lynn Margulis pada tahun 1970 di dalam bukunya The Origin
of Eukaryotic Cells (Asal Usul Sel-Sel Eukariotis). Di dalam buku ini,
Margulis menyatakan bahwa sebagai akibat kehidupan berkoloni dan parasit,
sel-sel bakteri berubah menjadi sel-sel tumbuhan dan sel hewan. Menurut teori
ini, sel-sel tumbuhan muncul ketika bakteri fotosintetik dimakan oleh sel
bakteri lain. Bakteri fotosintetik berevolusi di dalam sel inang menjadi
kloroplas. Akhirnya, organel-organel dengan struktur yang sangat rumit seperti
inti, badan Golgi, retikulum endoplasma, dan ribosom berkembang, dengan satu
atau lain cara. Maka, sel tumbuhan pun lahir.
Sebagaimana
telah kita lihat, tesis evolusionis ini tak lain dari hasil berkhayal. Tidak
mengherankan, tesis ini dikecam oleh para ilmuwan yang melakukan penelitian
yang sangat penting atas masalah ini pada sejumlah segi: kami bisa menyebutkan
sebagai contoh di antaranya D. Lloyd332, M. Gray dan W. Doolittle333, serta R. Raff dan H. Mahler.
Hipotesis
endosimbiosis didasarkan pada fakta bahwa mitokondria sel hewan dan kloroplas
sel tumbuhan mengandung DNA tersendiri, yang terpisah dari DNA di dalam inti
sel inang. Jadi, atas dasar ini, digagas bahwa mitokondria dan kloroplas sekali
waktu adalah sel-sel mandiri yang hidup bebas. Akan tetapi, ketika kloroplas
dipelajari lebih dalam, bisa dilihat bahwa pernyataan ini tidak sesuai.
Di bawah ini
sejumlah hal yang membantah hipotesis endosimbiosis:
1- Jika
kloroplas, khususnya, dulunya sel mandiri, lalu seharusnya hanya ada satu hasil
ketika kloroplas dimakan oleh sel yang lebih besar: yaitu, dicerna oleh sel
inang dan digunakan sebagai makanan. Ini yang seharusnya terjadi, sebab bahkan
jika kita menganggap bahwa sel inang yang bersangkutan tak sengaja menelan
masuk suatu sel dari luar, bukan sengaja mencernanya sebagai makanan, bagaimana
pun enzim-enzim percernaan sel inang seharusnya menghancurkannya. Tentu saja,
beberapa evolusionis telah memperkirakan rintangan ini dengan mengatakan,
"enzim-enzim pencernaan telah lenyap." Tetapi, inilah pertentangan
yang nyata, sebab jika enzim pencernaan lenyap, sel akan mati karena kekurangan
gizi.
2- Kembali,
mari kita anggap semua kemustahilan itu terjadi dan sel yang dinyatakan sebagai
moyang kloroplas ditelan sel inangnya. Dalam hal ini, kita dihadapkan dengan
masalah lain: cetakbiru semua organel di dalam sel terkodekan di dalam DNA.
Jika sel inang menggunakan sel-sel lain itu yang dimakannya sebagai organel,
maka semua informasi yang dibutuhkan tentang sel-sel itu telah ada dan terkodekan
di dalam DNA. DNA sel-sel yang dimakan akan memiliki informasi milik sel
inangnya. Tak hanya keadaan seperti ini mustahil, dua DNA yang berbeda milik
sel inang dan sel yang dimakan harus juga saling cocok setelah itu, suatu hal
yang juga jelas mustahil.
3- Ada
keselarasan besar di dalam sel yang tidak bisa dijelaskan oleh mutasi acak. Ada
lebih dari satu kloroplas dan satu mitokondria di dalam sel. Jumlah keduanya
naik dan turun sesuai dengan tingkat kegiatan sel, sama seperti organel-organel
lain. Keberadaan DNA dalam badan organel-organel ini juga bermanfaat di dalam
perkembanganbiakan. Sambil sel membelah, semua kloroplas yang berjumlah banyak
itu juga membelah, dan pembelahan sel terjadi dalam waktu yang lebih singkat
dan lebih teratur.
4- Kloroplas
adalah pembangkit tenaga yang mutlak pentingnya bagi sel tumbuhan. Jika
organel-organel ini tak menghasilkan energi, banyak fungsi sel tidak akan
berjalan, yang berarti bahwa sel tak bisa hidup. Fungsi-fungsi ini, yang begitu
penting bagi sel, berlangsung dengan protein-protein hasil sintesis di
kloroplas. Namun, DNA kloroplas sendiri tak cukup untuk mensintesis
protein-protein ini. Sebagian terbesar protein disintesis menggunakan DNA inang
di dalam inti sel. 334
Sementara
keadaan yang dibayangkan oleh hipotesis endosimbiosis ini terjadi lewat sebuah
proses coba-coba, pengaruh apakah yang akan mengenai DNA sel inang? Sebagaimana
telah kita lihat, setiap perubahan pada suatu molekul DNA pasti tidak
menghasilkan manfaat pada organisme itu; sebaliknya, mutasi yang demikian sudah
pasti membahayakan. Di dalam bukunya, The Roots of Life (Akar-akar
Kehidupan), Mahlon B. Hoagland menjelaskan keadaan ini:
Anda akan
teringat bahwa kita belajar bahwa hampir selalu sebuah perubahan pada DNA
organisme merugikan organisme itu; yakni, membawa ke penurunan kemampuan
bertahan hidup. Dengan analogi, penambahan ucapan yang acak pada drama-drama
Shakespeare tidak mungkin menambah keindahannya! .. Azas bahwa
perubahan-perubahan DNA berbahaya karena mengurangi peluang bertahan hidup
berlaku apakah sebuah perubahan pada DNA disebabkan oleh mutasi, atau pun oleh
sejumlah gen asing yang sengaja kita masukkan. 335
Pernyataan
yang diajukan oleh evolusionis tidak didasarkan pada percobaan ilmiah, sebab
belum pernah teramati satu bakteri memakan. Dalam timbangan atas buku lain
Margulis, Symbiosis in Cell Evolution (Simbiosis dalam Evolusi Sel),
ahli biologi molekuler P. Whitfield menggambarkan situasi ini:
Endositosis
prokariotis adalah mekanisme sel di dalam mana keseluruhan SET (Serial
Endosymbiotic Theory—Teori Endosimbiotis Beruntun) agaknya berhenti. Jika satu
prokariot tidak bisa menelan prokariot lain, sulit membayangkan cara
endosimbiosis bisa terbentuk. Sayangnya bagi Margulis dan SET, tidak ada contoh
mutakhir endositosis prokariotis atau endosimbiosis …336
Asal Usul
Fotosintesis
Masalah lain
tentang asal usul tumbuhan yang menempatkan teori evolusi ke dalam kebingungan
yang mengerikan adalah cara sel-sel tumbuhan mulai melakukan fotosintesis.
Fotosintesis
adalah salah satu proses yang paling dasar bagi kehidupan di bumi. Berkat
kloroplas di dalamnya, sel-sel tumbuhan menghasilkan zat tepung dengan
menggunakan air, karbon dioksida, dan cahaya matahari. Hewan tak bisa
menghasilkan gizinya sendiri dan harus menggunakan zat tepung dari tetumbuhan.
Karena alasan ini, fotosintesis adalah syarat dasar bagi kehidupan yang rumit.
Sisi yang bahkan lebih mengejutkan dari masalah ini adalah fakta bahwa proses
fotosintesis yang rumit ini belum sepenuhnya dipahami. Teknologi maju masih
belum mampu mengungkapkan semua rinciannya, jangankan menirunya.
Mungkinkah
proses serumit fotosintesis hasil proses-proses alamiah, sebagaimana dikatakan
teori evolusi?
Menurut
skenario evolusi, untuk melakukan fotosintesis, sel-sel tumbuhan memakan
sel-sel bakteri yang bisa berfotosintesis dan mengubahnya menjadi kloroplas.
Jadi, bagaimanakah bakteri belajar melakukan proses yang serumit fotosintesis?
Dan mengapakah bakteri tidak mulai melakukannya sebelumnya? Sama seperti
pertanyaan yang lain, skenario ini tak bisa memberikan jawaban ilmiah. Lihatlah
bagaimana sebuah terbitan evolusionis menjawab pertanyaan ini:
Hipotesis
heterotrof menggagas bahwa organisme-organisme paling awal adalah heterotrof
yang memakan larutan molekul organik di samudra purba. Karena heterotrof
pertama ini memakan asam amino, protein, lemak, dan gula yang tersedia, larutan
gizi menyusut dan tidak bisa lagi mendukung jumlah heterotrof yang bertambah. …
Organisme-organisme yang dapat menggunakan sumber energi lain akan memiliki
keuntungan besar. Ingatlah bahwa bumi dulu (dan kini masih) dihujani energi
surya yang sebenarnya mengandung aneka bentuk radiasi. Radiasi ultra-ungu
bersifat merusak, namun cahaya tampak kaya akan energi dan tak merusak. Maka,
sambil senyawa-senyawa organik makin langka, suatu kemampuan yang sudah
dimiliki untuk menggunakan cahaya tampak sebagai sumber energi pengganti
mungkin telah membuat organisme-organisme ini dan keturunannya bisa bertahan. 337
Buku Life
on Earth (Kehidupan di Bumi), buku evolusionis yang lain, mencoba
menjelaskan kemunculan fotosintesis:
Bakteri
awalnya memakan beraneka senyawa karbon yang memerlukan jutaan tahun untuk
tertimbun di lautan purba. Tetapi, setelah bakteri berkembang biak, sumber makanan
ini pasti kian menipis. Bakteri mana pun yang mampu menyadap sumber makanan
lain pasti akan sangat berhasil dan akhirnya sejumlah bakteri mampu. Tidak lagi
mengambil makanan siap santap dari lingkungan sekitar, bakteri-bakteri mulai
membuat sendiri makanan di dalam dinding-dinding sel dengan menyerap energi
yang diperlukan dari matahari. 338
Singkatnya,
buku-buku evolusionis mengatakan bahwa fotosintesis dengan suatu cara tak
sengaja "ditemukan" oleh bakteri, padahal manusia, dengan seluruh
teknologi dan ilmu pengetahuannya, tak mampu melakukannya.
Penjelasan-penjelasan ini, yang tak lebih baik daripada cerita-cerita dongeng,
tak bernilai ilmiah. Orang yang mengkaji masalah ini sedikit lebih dalam akan
menerima bahwa fotosintesis itu sebuah dilema besar bagi evolusi. Profesor Ali
Demirsoy misalnya, membuat pengakuan berikut ini:
Fotosintesis
adalah peristiwa yang sangat rumit, dan tampak mustahil muncul hanya pada
sebuah organel di dalam sel (karena mustahil semua tahap muncul bersamaan, dan
tak ada gunanya jika semuanya muncul terpisah). 339
Sel-sel tumbuhan melakukan suatu proses yang tak
bisa ditiru laboratorium mutakhir mana pun–fotosintesis. Berkat organel yang
disebut "kloroplas" di dalam selnya, tetumbuhan menggunakan air,
karbondioksida, dan cahaya matahari untuk membuat karbohidrat. Makanan yang
dihasilkan menjadi mata pertama dalam rantai makanan di bumi, dan sumber gizi
bagi semua makhluk hidup penghuninya. Rincian proses yang sangat rumit ini
masih belum seluruhnya dimengerti saat ini.
|
Ahli biologi
Jerman Hoimar von Ditfurth mengatakan bahwa fotosintesis itu sebuah proses yang
mungkin tak bisa dipelajari:
Tidak ada
sel yang memiliki kemampuan ‘mempelajari’ sebuah proses dalam pengertian yang
sebenarnya. Mustahil bagi sel mana pun muncul dengan kemampuan mempelajari
fungsi-fungsi seperti pernapasan atau fotosintesis, baik ketika kali pertama
mewujud, atau pun sesudahnya di dalam kehidupan. 340
Karena
fotosintesis tak bisa berkembang sebagai hasil ketaksengajaan, dan setelah itu
tak bisa dipelajari oleh sel, tampaknya sel-sel tumbuhan pertama yang hidup di
bumi dirancang khusus melakukan fotosintesis. Dengan kata lain, tetumbuhan
diciptakan dengan kemampuan berfotosintesis.
Asal Usul
Ganggang
Teori
evolusi berhipotesis bahwa makhluk bersel tunggal mirip tumbuhan, yang asal
usulnya tak bisa dijelaskan, muncul tepat waktu untuk membentuk ganggang. Asal
usul ganggang mundur ke waktu yang amat lampau. Demikian lampau sehingga fosil
bekas-bekas ganggang berumur 3,1 hingga 3,4 milyar tahun telah ditemukan. Yang
menarik adalah bahwa tiada perbedaan struktural antara makhluk hidup yang luar
biasa kuno ini dan spesimen yang masih hidup saat ini. Sebuah artikel yang
diterbitkan Science News mengatakan:
Ahli biologi
Jerman Hoimar von Ditfurth membuat ulasan berikut ini tentang struktur rumit
yang disebut ganggang "kuno:"
Fosil-fosil
tertua yang sejauh ini telah ditemukan adalah benda-benda yang memfosil di
dalam mineral dan tergolong ganggang biru-hijau, berumur 3 miliar tahun lebih.
Betapa pun sederhananya, ganggang masih menyajikan bentuk kehidupan yang amat
rumit dan tersusun secara piawai . 341
Para ahli
biologi evolusi menganggap bahwa seiring dengan waktu ganggang itu memunculkan
tetumbuhan laut lainnya dan berpindah ke darat sekitar 450 juta tahun yang
lalu. Akan tetapi, sama seperti skenario peralihan hewan dari air ke darat,
gagasan bahwa tumbuhan beralih dari air ke darat adalah sebuah khayalan lagi.
Kedua skenario ini tidak benar dan tidak selaras. Buku-buku evolusionis seperti
biasa mencoba memberikan penjelasan masalah ini dengan ulasan yang
mencengangkan dan tak ilmiah seperti "ganggang dengan suatu cara beralih
ke darat dan menyesuaikan diri." Namun, ada rintangan-rintangan besar yang
membuat peralihan ini mustahil. Mari kita lihat sekilas yang terpenting di
antaranya:
1- Bahaya
mengering. Bagi
tumbuhan yang hidup di air agar bisa hidup di darat, permukaannya terlebih
dahulu harus terlindungi dari kehilangan air. Jika tidak, tumbuhan mengering.
Tumbuhan darat diberi sistem-sistem khusus untuk melindunginya dari kejadian
ini. Ada rincian-rincian penting dalam sistem-sistem itu. Misalnya,
perlindungan ini harus sedemikian sehingga gas-gas penting seperti oksigen dan
karbon dioksida dapat keluar-masuk tumbuhan secara bebas. Pada saat bersamaan,
mencegah penguapan sangat penting. Jika tak memiliki sistem yang demikian,
tumbuhan tak akan dapat menunggu jutaan tahun untuk mengembangkannya. Dalam
keadaan demikian, tumbuhan akan segera mengering dan mati.
2- Makanan: Baik fosil ganggang biru-hijau dan
bakteri dari 3,4 miliar tahun telah ditemukan di batu karang dari Afrika
Selatan. Yang lebih merangsang minat adalah [fosil] ganggang pleurocapsalean
ternyata hampir serupa dengan ganggang pleurocapsalean masa kini di
tingkat keluarga dan bahkan mungkin di tingkat genetis. 342 Tumbuhan laut mengambil air dan mineral yang dibutuhkan secara langsung
dari air tempat tinggalnya. Oleh karena itu, setiap ganggang yang mencoba hidup
di darat akan mendapat masalah dengan makanan. Ganggang tidak akan bertahan
hidup tanpa memecahkan masalah ini.
3-
Reproduksi: Ganggang,
dengan umur hidupnya yang pendek, tak berkesempatan berkembang biak di darat,
karena, seperti dalam semua fungsinya, ganggang juga menggunakan air untuk
menyebarkan sel-sel reproduktifnya. Supaya bisa berkembang biak di darat,
ganggang harus bersel reproduktif yang banyak sebagaimana yang dimiliki oleh
tumbuhan darat, dan dilindungi oleh lapisan pelindung sel. Jika tidak memiliki
lapisan ini, setiap ganggang yang beralih ke darat tak akan bisa melindungi sel
reproduktifnya dari bahaya.
Alga yang berenang bebas di lautan . |
4-
Perlindungan dari oksigen: Setiap ganggang yang beralih ke darat harus mengambil
oksigen dalam bentuk terurai hingga saat peralihan itu. Menurut skenario
evolusionis, kini ganggang harus mengambil oksigen dalam bentuk yang belum
pernah ditemuinya, dengan kata lain, langsung dari atmosfer. Seperti yang kita
ketahui, dalam keadaan biasa, oksigen di atmosfer berpengaruh meracuni bagi
senyawa organik. Makhluk hidup darat memiliki sistem yang mencegahnya terkena
bahaya ini. Namun, ganggang adalah tumbuhan laut, yang berarti tidak memiliki
enzim yang menjaganya dari pengaruh membahayakan oksigen. Jadi, seketika
beralih ke darat, mustahil bagi ganggang menghindari pengaruh ini. Tidak juga
ada kesempatan menunggu sistem seperti itu berkembang karena ganggang tak akan
bisa bertahan hidup di darat cukup lama sampai sistem terbentuk.
Masih ada
alasan lain mengapa pernyataan bahwa ganggang beralih dari laut ke darat tidak
selaras—yaitu, ketiadaan pendorong alamiah yang membuat peralihan itu
diperlukan. Bayangkanlah lingkungan alamiah ganggang 450 juta tahun yang lalu. Air
laut menyediakan lingkungan ideal bagi ganggang. Misalnya, air menjauhkan dan
melindunginya dari panas yang berlebih, dan menyediakan semua mineral yang
dibutuhkan. Dan, pada saat bersamaan, ganggang bisa menyerap sinar matahari
untuk dipakai dalam fotosintesis dan membuat karbohidrat (gula dan zat tepung)
sendiri dengan karbon dioksida yang terlarut di air. Karena alasan ini, tidak
ada yang kurang bagi ganggang di lautan, dan oleh karena itu, tak ada alasan
beralih ke darat, tempat tak ada "keuntungan selektif" baginya,
sebagaimana diistilahkan evolusionis.
Semua ini
menunjukkan hipotesis evolusionis bahwa ganggang naik ke darat dan membentuk
tumbuhan darat sama sekali tak ilmiah.
|
|
|
|
|
|
Tanaman
dari Zaman Jura ini, kira-kira berumur 180 juta tahun, muncul dengan struktur
uniknya sendiri, dan tanpa moyang yang mendahuluinya (Kanan)
Tanaman
yang berumur 300 juta tahun dari akhir Zaman Karbon ini tak berbeda dari
spesimen yang tumbuh sekarang.(Tengah)
|
Fosil species Archaefructus yang berumur 140 juta tahun ini adalah fosil angiosperma (tumbuhan berbunga) tertua yang diketahui. Tumbuhan ini berstruktur tubuh, bunga, dan buah yang sama dengan tetumbuhan yang hidup saat ini. |
|
Ketika kita
meneliti sejarah fosil dan ciri-ciri struktural tetumbuhan yang hidup di darat,
gambaran lain yang tidak sesuai dengan ramalan evolusionis muncul. Tiada satu
fosil pun membenarkan bahkan satu saja cabang "pohon evolusi"
tumbuhan yang Anda lihat pada hampir setiap buku pegangan biologi. Sebagian
besar tumbuhan memiliki bekas-bekas yang berlimpah dalam catatan fosil, namun
tidak satu pun fosil adalah bentuk peralihan antara satu dan lain spesies.
Semua diciptakan khusus dan dari awal sebagai spesies yang sepenuhnya
tersendiri, dan tiada kaitan evolusi di antara spesies. Sebagaimana diakui ahli
paleontologi evolusi, EC Olson, "Banyak kelompok baru tumbuhan dan hewan
muncul tiba-tiba, kelihatannya tanpa moyang yang dekat." 343
Ahli botani
Chester A. Arnold, yang mengkaji fosil tumbuhan di University of Michigan,
membuat ulasan berikut ini:
Telah lama
diharapkan bahwa tetumbuhan yang punah pada akhirnya akan mengungkapkan
sebagian tahap yang dilalui kelompok-kelompok yang kini ada selama perjalanan
perkembangannya, tetapi harus diakui secara terbuka bahwa idam-idaman ini telah
dipenuhi sampai ke taraf yang amat sedikit, meskipun penelitian paleobotani
telah mengalami kemajuan selama lebih dari seratus tahun. 344
Arnold mengakui bahwa paleobotani (ilmu pengetahuan
tentang fosil tumbuh-tumbuhan) tak menghasilkan apa-apa yang mendukung evolusi:
"Kami belum bisa melacak sejarah filogenetis satu pun kelompok tumbuhan
masa dari awalnya hingga saat ini." 345
Fosil paku-pakuan dari Zaman Karbon ini ditemukan di daerah Jerada, Maroko. Yang menarik adalah fosil ini, yang berumur 320 juta tahun, mirip dengan paku-pakuan yang ada sekarang. |
Penemuan-penemuan
fosil yang paling jelas membantah pernyataan-pernyataan tentang evolusi
tumbuhan adalah fosil-fosil tumbuhan berbunga, atau angiospermae.
Tetumbuhan ini dibagi menjadi 43 keluarga (famili), masing-masing muncul
tiba-tiba, tanpa jejak "bentuk peralihan" sederhana apa pun
sebelumnya dalam catatan fosil. Hal ini disadari pada abad ke-19, dan karena
itu, Darwin melukiskan asal usul angiospermae sebagai "teka-teki
yang mengerikan." Semua penelitian yang dilakukan sejak masa Darwin
sekadar menaikkan tingkat kegelisahan yang ditimbulkan teka-teki ini. Di dalam
bukunya The Paleobiology of Angiosperm Origins (Paleobiologi Asal Usul
Angiospermae), ahli paleobotani evolusi NF Hughes membuat pengakuan ini:
… Akan
tetapi, dengan beberapa pengecualian rincian, kegagalan menemukan penjelasan
yang memuaskan masih terjadi, dan banyak ahli botani telah menyimpulkan bahwa
masalah ini tak bisa dicari pemecahannya dengan memanfaatkan petunjuk fosil. 346
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.